Mengasah Pedang Tauhid di Tengah Pandemi Corona

Virus corona (Covid-19) yang menyebar ke berbagai belahan penjuru dunia dalam sekejap mata telah membuat kepanikan yang begitu parah. Kota-kota yang semula penuh dengan lautan manusia tiba-tiba mati, sepi, sunyi, dicekam ketakutan yang sedemikian berlebihan.

Pemberlakuan lockdown oleh pemerintah negara-negara di dunia, termasuk di Indonesia, tentu saja semakin mempertegas bahwa pandemi virus yang asal mulanya disinyalir dari Wuhan itu telah menciptakan kepanikan massal.

Masyarakat di masing-masing negara atau kota diimbau untuk sementara waktu mengisolasi diri, berdiam di rumah, menahan diri untuk pergi ke mana-mana. Untuk sementara waktu mereka dilarang kumpul-kumpul, dilarang mengadakan acara-acara sosial, bahkan dilarang mengadakan atau menggelar pengajian karena dimungkinkan Covid-19 mudah menular.

Tentu saja kita mengapresiasi ikhtiar pemerintah. Dan, kita wajib menjadi wasilah bagi keselamatan warga dengan cara mematuhi peraturan-peraturan yang telah ditetapkan. Namun demikian, yang sangat disayangkan dari kenyataan yang terjadi di masyarakat adalah kepanikan yang berlebihan. Termasuk kepanikan yang juga melanda kebanyakan umat Islam di negeri kita tercinta ini. Dalam ajaran Islam, kepanikan yang berlebihan—apalagi menjadi agen penyebar kepanikan—tentu saja memiliki konsekuensi tauhid, yaitu terkikisnya iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semakin orang panik, semakin ia stres dan putus asa dari rahmat-Nya. Kepanikan telah membutakan kesadarannya bahwa hakikat segala penyakit, segala virus, tak lain berasal dari-Nya, dan hanya kepada-Nya kita minta perlindungan. Jika memang Allah menghedaki, mengizinkan Covid-19 itu menyerang tubuh kita, maka kita tidak bisa menghindar sedikit pun. Sebaliknya, jika tubuh kita tidak diperkenankan oleh-Nya disentuh oleh jenis virus apa pun, maka kita akan terhindar dari marabahaya kendati kita berada di lingkungan yang mayoritas positif virus corona.

Intinya, segala sesuatu telah ditulis dan telah ditetapkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:“Tiada suatu bencana pun yangmenimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan, Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. al-Hadiid, 22–23).

Itulah kesadaran tauhid yang semestinya ditanamkan oleh kita sebagai umat Islam. Tidak hanya dalam situasi di mana corona melanda berbagai negeri seperti saat ini. Namun, dalam situasi apa pun, kapan pun, dan di mana pun, kita wajib takut kepada Allah dan berserah diri kepada-Nya. Pedang tauhid harus senantiasa kita asah agar semakin tajam. Sebab, hanya orang-orang yang tauhidnya tajam yang tak pernah dihinggapi kepanikan dalam menghadapi musibah apa pun. Mereka itulah orang-orang yang hidupnya diliputi pengharapan yang kuat kepada Allah. Semoga kita senantiasa belajar, mengambil hikmah dari segala musibah yang terjadi. Amin. (Yus)

ical © copyright 2009 - 2020